Yang Bikin Kangen Kampung Halaman


Suasana Kampung Adat Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Suasana kampung bikin orang ingin pulang terutama saat liburan Lebaran.
Pulang ke kampung halaman saat liburan, terutama jelang Hari Raya, bukan sekadar kebiasaan perantau atau sebatas tradisi. Pulang kampung punya banyak makna, mulai ajang silaturahim, juga melepas rindu kepada sanak keluarga sambil menikmati makanan khas yang berbeda rasanya jika disantap di tempat asalnya, hingga mengobati rasa kangen pada suasana yang tak didapati di kota atau bahkan negara yang saat ini ditinggali.

Setiap orang tentu punya alasan untuk mengeluarkan banyak biaya melakukan perjalanan panjang ke kampung halaman. Salah satu alasan yang banyak diungkapkan adalah kangen dengan suasana berbeda di kampung halaman, apalagi saat merayakan hari besar seperti Lebaran.

Mencari suasana dan makanan khas Indonesia, inilah alasan yang membawa "pulang" perempuan kelahiran Malang berdarah Belanda, Lydia van Noord. Memanfaatkan kesempatan liburan, Lydia pulang kampung ke Indonesia untuk ketiga kalinya sejak menginjakkan kaki di Belanda pada 1974.

"Saya jarang ke Indonesia. Saya ikut orangtua ke Belanda, tinggal di sana sejak 1974 dan menjadi Warga Negara Belanda. Terakhir saya ke Indonesia, lima tahun lalu, sebelumnya tahun 1984. Keluarga banyak di luar, tapi teman-teman saya banyak di Jakarta, Surabaya, keluarga juga ada di Malang," jelasnya saat berbincang dengan Kompas Female di Jakarta.

Lydia tidak pulang untuk merayakan Lebaran. Ia berlibur selama tiga minggu, melepas rindu dengan keluarga dan teman-temannya. Utamanya untuk mencari suasana khas yang hanya didapatinya di tanah kelahiran, dan makanan khas yang segar ala Indonesia.

"Yang paling bikin kangen adalah suasana. Begitu landing di bandara, saya dan teman-teman yang lama tak ke Indonesia mengalami hal yang sama. Kami mencium bau makanan, bau rempah khas Indonesia. Ini bikin kangen. Selain juga pemandangan, hutan, sawah. Yang juga saya cari adalah makanan yang masih segar," tuturnya.

Lydia pun berburu makanan tradisional, seperti otak-otak, jajanan pasar, bakso, ayam goreng, gurame goreng, tahu telor, bahkan pete, makanan yang sulit ditemui di Belanda. Ia pun mengobati rasa kangennya dengan menikmati hidangan khas Sunda saat singgah di kawasan Puncak, Bogor.

"Sebenarnya banyak makanan Indonesia di Belanda, tahu tempe banyak di sana. Tapi untuk makanan tertentu, rasanya beda, bumbunya tidak segar seperti di sini. Kluwak untuk Rawon misalnya, ada di Belanda tapi rasa dan keharumannya berbeda dengan di sini yang lebih segar," jelasnya.

Menikmati makanan segar dalam suasana berbeda di kampung halaman, memuat Lydia merasa terobati rasa kangennya. Salah satu agenda wajib pulang kampung adalah bersilaturahim. Lydia pun mengaku sibuk membagi waktu untuk bertemu orang-orang yang dekat dengannya di Jakarta, Surabaya, hingga Malang.

Satu hal lagi yang dicari Lydia ketika ke Indonesia, yakni bantal guling. "Di Belanda tidak ada bantal guling dan memang tidak ada kebiasaan tidur dengan guling. Namun, karena saya pernah punya pengalaman di keluarga, saya dan kakak-kakak saya yang tinggal di Eropa, merindukan guling. Bukan untuk dipeluk saat tidur, tapi lebih untuk ditaruh di sebelah pinggang saat tidur miring atau menjadi batalan kaki. Saat ini sebenarnya di Eropa sudah mulai ada guling, tapi ukurannya lebih kecil dan beda," katanya yang berencana membawa pulang enam guling pesanan keluarganya, selain menyiapkan oleh-oleh 10 porsi bumbu jadi, bumbu pecel dan buku resep masakan Indonesia.

Lydia mengaku tak ingin membawa oleh-oleh bumbu segar seperti jahe atau lainnya, karena takkan segar ketika tiba di negaranya. Perjalanan 14 jam di udara, ditambah dua jam perjalanan darat membuat bumbu rempah segar dari Indonesia takkan terasa nikmat saat dimasak setibanya di negara tujuan.

Serupa dengan Lydia, Martha, ibu satu anak yang sedang mengandung delapan bulan anak kedua ini juga mengaku kangen kampung halaman karena suasananya.

Martha tinggal di Los Angeles, mendampingi suami yang bekerja di Amerika Serikat. Lebaran kali ini, Martha dan keluarganya tidak mudik ke Indonesia. Ia pun ber-Lebaran di negeri orang dengan suasana yang jelas tak sama.

Selain suasana, ada hal lain yang membuat Martha rindu ber-Lebaran di Indonesia. Yakni, tradisi sungkeman yang boleh jadi hanya dimiliki di Indonesia.

"Yang bikin kangen suasana kumpul dengan keluarga, dengan keluarga besar. Di sini juga kumpul-kumpul tapi beda, bukan keluarga. Di Indonesia juga masih ada orangtua, tradisi sungkemannya itu yang ngangeni," ungkapnya melalui pesan singkat.

Sementara bagi Diah (bukan nama sebenarnya) yang bersuamikan pria perantauan asal Kabupaten Malang, Jawa Timur, Didi (bukan nama sebenarnya), mengaku rutin pulang kampung setiap tahun untuk melepas rindu pada ibu, kakak dan adik yang memang tinggal di kampung. Selain bersilaturahim dengan keluarga, kebiasaan pulang kampung juga menjadi kesempatan untuk pasangan muda satu anak ini untuk berbagi di kampung halaman. Pasangan yang sukses bekerja di Jakarta ini juga biasanya menyiapkan hadiah Lebaran.

"Di kampung masih banyak yang hanya makan dari hasil kebun belakang rumah. Penduduknya juga kebanyakan orangtua, dengan anak-anak muda yang rata-rata merantau, banyak yang jadi TKI. Jadi kalau mendapatkan hadiah Lebaran yang belum pernah mereka lihat atau yang mereka inginkan, mereka senang. Kami pun merasa senang bisa berbagi," tutur Diah yang mengaku menikmati suasana Idul Fitri di kampung halaman suami di kawasan berbukit bagian selatan Kabupaten Malang.

Suasana khas, makanan,  kumpul keluarga, silaturahim, menjadi sejumlah alasan yang membuat seseorang kangen pulang ke kampung halaman. Bagaimana dengan Anda, apa yang membuat Anda kangen dengan kampung halaman dan memilih mudik terutama saat liburan Lebaran?





Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : created by | Barangit.COM | design tercela
Copyright © 2011. TERCELA - All Rights Reserved
Template di otak atik by tercela Published by design otak atik tercela
Proudly powered by Blogger