chrisandersondesign.info |
Sepekan ini kita mendengar kabar duka
dari dua selebriti. Yang satu penyanyi dan satu lagi seorang pelawak
sekaligus MC sebuah acara musik. Ketika kabar itu tersebar di media
sosial banyak yang memakai tanda pagar atau kata-kata RIP. Apa itu RIP?
RIP kepanjangan dari Requiescat in pace
merupakan bagian dari aqidah Katholik, biasa terdapat pada epitaf dan
disenandungkan saat Misa Requiem. Keyakinan ini juga terdapat pada agama
Yahudi. Epitaf RIP ditemukan pada nisan Bet Shearim, Yahudi, meninggal 1
Abad Sebelum Masehi.
Rest in Peace dalam bahasa Inggris, variasi lainnya adalah Requiescat
in pace, penambahan kata “may (semoga)”. Ini terkait keyakinan dosa
ditebus. Ungkapan RIP dalam bentuk ringkas maupun panjang digunakan pada
upacara pemakaman tradisional Yahudi. Apa pijakannya? Talmud kuno. RIP
dalam bahasa Inggris, yakni rest in peace, tak ditemukan pada kuburan
sebelum abad VIII Masehi. Meluas penggunaannya setelah abad XVIII.
Ungkapan RIP pada agama Katholik terdapat dalam Misa Requiem (Missa
pro Defunctis) yang merupakan bagian dari ritus Tridente. Paus
(Emeritus) Benediktus XVI menyatakan Ritus Tridente (Tridentin)
merupakan bentuk misa yang luar biasa. Ia keluarkan surat edaran tahun
2007. Ini merupakan surat pribadi (motu proprio) kepada seluruh gereja
untuk menggunakan Misa Tridentin. Surat ini bermakna penegasan bahwa
ungkapan RIP merupakan bagian tak terpisahkan.
Motu proprio (surat pribadi dengan tanda-tangan pribadi) Paus
Benediktus XVI (sekarang emeritus) menegaskan kedudukan misa yang
melembaga sejak 1570 tersebut. RIP merupakan bagian penting sebagai
semacam “pembersihan dosa secara keseluruhan”. Dalam hal ini menurut
penulis Fauzil Adhim, kedudukan RIP saat misa serupa dengan ungkapan “Allahummaghfirlahu…”.
Jadi, ini merupakan bagian dari prosesi ibadah. Tentu saja tak sama
persis. Dalam Islam, seorang syaikh tak memiliki otoritas penghapusan
dosa dan penentuan nasib seseorang jadi ahli surga.
Orang yang sudah diupacarai dengan misa dimana pernyataan RIP ada di
dalamnya, dianggap sudah “bersih” dari dosa. Sudah ditebus. Jadi,
ungkapan RIP memang tidak dapat dibenturkan dengan kalimat istirja’
(إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهَ رَاجِعُونَ) karena memang sangat berbeda
kedudukannya. Ungkapan yang berdekatan, tapi amat berbeda konsep
dasarnya dengan istirja’ adalah “telah berpulang ke rumah bapa…”.
Tolong, cermati dengan baik agar tidak menyamakannya.
Lalu bagaimana dengan kalimat innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un? Kalimat ini bukanlah kalimat doa, kalimat ini juga tidak bermaksud mengirimkan doa orang meninggal, melainkan zikir biasa yang dikaitkan bila ada yang meninggal (padahal milik Allah tidak hanya nyawa manusia).
“Eh yang meninggal kan bukan Islam, kenapa ngucap ‘innalillahi’?
Jika yang meninggal itu orang yang beragama apapun, tidak jadi soal dan tidak perlu dibuat pusing.
Jika yang meninggal itu orang yang beragama apapun, tidak jadi soal dan tidak perlu dibuat pusing.
Kenapa?
Sebab makna kalimat di atas hanyalah
ungkapan bahwa kita ini semua milik Allah dan kita pasti akan kembali
kepada-Nya. Bahwa seorang mati dalam keadaan beriman atau tidak beriman,
itu urusan “elu-elu, gue-gue”.
Jika lafaz itu tidak bermakna doa, tentu
tidak jatuh larangan. Akan tetapi bila diteruskan dengan ungkapan lain,
seperti: “semoga arwah diterima di sisi Tuhan”, tentu saja haram
hukumnya. Sebab kenapa? Siapapun yang meninggal bukan sebagai muslim,
sudah pasti arwahnya tidak akan diterima Allah. Tapi bukan gentayangan,
melainkan tidak diterima sebagai hamba yang baik, sebaliknya diterima
sebagai hamba yang kafir.
Allah berfirman:
Dan permintaan ampun dari Ibrahim untuk bapaknya tidak lain hanyalah
karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka,
tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka
Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang
yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (QS. At-Taubah: 114)
Bagaimana jika menggunakan kalimat “Semoga arwahnya tenang di sisi-Nya”?
Tentu saja tidak boleh. Sebab dalam
pandangan aqidah Islam, seorang yang mati dalam keadaan kafir
(non-muslim), arwahnya tidak akan tenang. Sebab mereka harus berhadapan
dengan malaikat azab. Jadi tak layak kalau dimakamnya ditulis: RIP (rest
in peace). RIP mungkin lebih tepat diganti RIF. Rest in Fire.
Wallahua’lam. (pm)