Sebenarnya, kesadaran masyarakat Indonesia untuk makan sehat sudah mulai terbangun. Hasil riset Unilever Food Solutions yang dikemas dalam laporan berjudul "World Menu Report: Seductive Nutrition" menunjukkan bahwa sebanyak 80 persen konsumen Indonesia menginginkan pilihan menu yang lebih menyehatkan.
Sayangnya, para responden juga mengatakan bahwa makan yang lebih menyehatkan biasanya lebih mahal (58 persen), kurang menggugah selera (47 persen), dan tidak mengenyangkan (45 persen). Inginnya, makanan yang sehat juga mencakup beberapa kriteria lain: porsinya cukup, rasanya enak, bahkan namanya pun harus mengundang selera.
Karena berbagai kesulitan tersebut, akhirnya konsumen kembali ke kebiasaan lamanya: jajan di luar tanpa memikirkan dampak kesehatannya.
"Istilah 'you are what you eat' itu makin lama makin betul. Karena itu, think before you eat karena ada dampak yang akan terjadi sesudahnya. Kalau saja kita tahu bahwa apa yang kita lakukan bertahun-tahun ternyata ada dampaknya bagi kesehatan," papar Emilia E. Achmadi MS, pakar pangan dan nutrisi, saat bincang-bincang di Gedung Annex Menara Duta, Kuningan, Jakarta.
Menurut Emilia, hal yang paling menjadi kepedulian masyarakat adalah soal berat badan. Kebanyakan orang suka makan tetapi tidak ingin menjadi gemuk. Kadang-kadang mereka merasa iri mengapa ada orang yang makannya banyak, tapi badannya tetap kurus. Padahal, tubuh kurus bukan berarti sehat. Pemilik tubuh kurus juga rentan terserang berbagai penyakit seperti serangan jantung, diabetes, gagal ginjal, atau rematik.
Masih banyak anggapan keliru yang terjadi pada masyarakat. "Banyak orang mengira kalau terkena diabetes itu (penyakitnya) diabetes saja. Padahal, tiap penyakit itu berhubungan," lanjuta Emilia. Misalnya, ketika obesitas kemungkinan besar kita akan mengalami diabetes. Diabetes yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan gagal ginjal, amputasi, atau kebutaan. Selain itu juga stroke, serangan jantung, kanker, dan lain sebagainya.
Untuk mengontrol pola makan, menurut ahli nutrisi dari komunitas Sehati ini, kuncinya bukan mengeliminasi makanan. Anda hanya perlu tahu kapan dan bagaimana mengombinasikan makanan.
"Ketika makan steak, pilih dulu cut-nya, karena konten lemak tiap cut berbeda. Tenderloin, sirloin, atau rib-eye? Lalu, cut-nya jangan minta yang 350 gram. Untuk orang dewasa, 150 gram sudah cukup," ujar Emilia. Anda juga tak perlu menambahkan mentega di atas daging steak-nya. "Kalau pagi sudah makan nasi, coba kentangnya dihilangkan. Pilih sayur saja untuk pendampingnya."
Hal yang sama ketika Anda ingin mengonsumsi pasta. Antara pasta dengan saus carbonara, bolognaise, atau aglio olio, manakah yang kalorinya paling sedikit? Anda mungkin akan mengira pasta aglio olio, yang menggunakan minyak zaitun. Ternyata tidak.
"Yang paling sedikit kalorinya itu saus bolognaise, sekitar 350-400 kalori. Kalau aglio olio tetap tergantung berapa banyak minyak yang digunakan, dan itu bisa 600 kalori. Seporsi pasta carbonara bisa 1200 kalori. Kalau tetap ingin makan, boleh saja. Tapi makannya sharing saja, dan porsinya ditahan sedikit," paparnya.
Di atas itu semua, Emilia menegaskan bahwa kita tetap menyeimbangkan antara energi yang masuk dan energi yang keluar. Dengan demikian, jangan malas untuk bergerak, alias olahraga. "Variasi (makanan), balance (gizinya), dan aktivitas fisik, itu yang penting," tegasnya.
Post a Comment