
Pola makan kita idealnya terdiri atas sarapan, snack pagi, makan siang, snack
sore, dan makan malam. Akan tetapi, padatnya kesibukan dan pengaturan
waktu makan yang salah sering menyebabkan kita melewatkan sarapan. Data
konsumsi pangan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan bahwa
16,9 persen sampai 59 persen anak sekolah, remaja, dan orang dewasa di
Indonesia tidak sarapan.
Padahal, sarapan memiliki kontribusi
penting dalam total asupan harian, yaitu sebanyak 15-30 persen. Tidak
sarapan berarti meningkatkan risiko kekurangan gizi, menurunkan
konsentrasi dan stamina, bahkan mengganggu gula darah.
Ketika
sudah sarapan pun, tak semua orang mengonsumsi menu yang berkualitas.
Menurut Prof Dr Ir Hadinsyah, MS, Ketua Umum Pergizi Pangan dan Guru
Besar Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, yang disebut
sarapan sebenarnya bukan sekadar makan pagi, tetapi juga makan dan minum
pagi. Ternyata, banyak lho orang yang makan pagi tanpa mengiringinya
dengan minum. Atau, minum saja tanpa makan.
"Sarapan sebaiknya
dilakukan sebelum jam 09.00, secepat mungkin sejak bangun pagi. Seberapa
porsi sarapan yang disarankan, yaitu ketika rasa lapar dan haus hilang.
Itulah saatnya menghentikan sarapan," ungkap Prof Hadin, saat
bincang-bincang "Anak Tidak Sarapan, Hambat Masa Depan" di Penang
Bistro, Jakarta, Kamis (28/2/2013).
Pola sarapan yang lengkap
menurut Prof Hadin harus meliputi karbohidrat, lauk, sayur, buah-buahan,
dan minuman. Buah dan sayur bisa dipertukarkan fungsinya, sehingga
boleh saja tidak makan buah kalau Anda sudah menambahkan sayur pada menu
sarapan. Kadang-kadang, anak bisa menghilangkan elemen sayur atau buah,
jika lauk yang dikonsumsi sudah mengandung cukup gizi seperti telur.
Dengan
komposisi sarapan lengkap tersebut, maka pola sarapan yang tidak
berkualitas adalah yang hanya terdiri atas beberapa elemen saja.
Misalnya, karbohidrat dan minuman saja, karbohidrat dan sayuran saja,
karbohidrat dan lauk saja, atau karbohidrat, lauk, dan sayur saja (tanpa
minum).
"Kalau tidak minum, anak bisa pusing dan terganggu belajarnya. Kalau pusing, solusinya mungkin hanya minum satu gelas atau dua gelas air," lanjut Prof Hadin.
Dari survei Riskesdas, terungkap jenis makanan yang biasa dijadikan menu sarapan anak-anak usia 6-12 tahun, yaitu nasi putih, telur ceplok, tempe goreng, sayur berkuah, ikan goreng, mi instan, nasi goreng, sayuran tumis, tahu goreng, roti atau donat, dan lain-lain. Sedangkan minuman terpopuler untuk mendampingi sarapan adalah air putih, teh manis, susu kental manis, susu instan, dan air teh.
"Kalau tidak minum, anak bisa pusing dan terganggu belajarnya. Kalau pusing, solusinya mungkin hanya minum satu gelas atau dua gelas air," lanjut Prof Hadin.
Dari survei Riskesdas, terungkap jenis makanan yang biasa dijadikan menu sarapan anak-anak usia 6-12 tahun, yaitu nasi putih, telur ceplok, tempe goreng, sayur berkuah, ikan goreng, mi instan, nasi goreng, sayuran tumis, tahu goreng, roti atau donat, dan lain-lain. Sedangkan minuman terpopuler untuk mendampingi sarapan adalah air putih, teh manis, susu kental manis, susu instan, dan air teh.
Sarapan pada dasarnya untuk
mempersiapkan zat gizi agar tubuh siap melakukan aktivitas apa pun,
karena belajar atau bekerja membutuhkan energi. Jika aktivitas tersebut
membutuhkan otak dan otot, pasti anak membutuhkan energi (asupan
makanan) lebih banyak.
Untuk itu, porsi makan harus dibedakan
tergantung usia dan aktivitas. Untuk anak kelas 3 SD, idealnya setengah
piring nasi uduk atau nasi goreng dengan lauk dua potong (termasuk
telur), setengah potong buah, dan minum dua gelas.
Post a Comment