Social Media dan Bahaya Penculikan


Penculikan (kidnapping) merupakan suatu aksi kejahatan, yang tentu saja melanggar hukum. Dalam kasus ekstrim, penculikan bahkan dapat saja menjadi instrumen bagi kejahatan yang jauh lebih besar, seperti human trafficking, drugs trafficking, bahkan aksi terorisme. Oleh karena itu, semua pihak harus mengganggap hal ini sebagai ancaman yang sangat serius bagi kemanusiaan itu sendiri.

Di satu sisi, perkembangan media secara umum, dan social media telah begitu pesatnya, sehingga memungkinkan setiap detail privasi dari obyek liputan dapat terekspos ke seluruh penjuru dunia.


Di sisi lain, hal ini mengandung bahayanya sendiri, karena data privasi dapat dimanfaatkan penjahat sebagai instrumen untuk menjalankan aksinya.


Bagaimana hal itu dapat mereka manfaatkan, dan apa yang harus kita lakukan untuk mencegah kejahatan seperti penculikan?


Kasus Penculikan


Baru-baru ini, telah terjadi kasus penculikan terhadap putri dari pasangan selebritis Musdalifah dan Nassar, yaitu Nana. Menariknya, sang penculik mengakui sendiri, bahwa mereka mendapatkan info kekayaan dan sekolah Nana dari
infotainment.

Walaupun akhirnya diringkus oleh aparat berwenang, terlihat bahwa penculik tersebut adalah suatu sindikat, yang bekerja dengan sangat serius untuk melakukan aksi kejahatan mereka. Sedikit petunjuk saja mengenai data privasi seseorang, sudah sangat cukup bagi mereka untuk menjadi ‘
ausgangpunk’ (titik berangkat) dalam rangka pengumpulan informasi. Apalagi, jika informasi tersebut tersedia sangat melimpah.

Di sini, Pentingnya menjaga privasi keluarga, terutama anak-anak, dengan tidak mengumbar informasi privat ke media & social media. Kejahatan masa kini telah memanfaatkan teknologi yang terbaru, termasuk social media. Sampai detik ini, kontrol privasi terhadap social media masih menjadi isu yang kontroversial. Sehingga seyogyanya harus berhati-hati jika merilis informasi ke publik.


Memperhatikan Privasi Anak


Apa yang terjadi pada Nana, seyogyanya membuat kita lebih hati-hati dalam membagikan data privasi kepada publik. Walau bukan selebriti, ada baiknya publik mulai memperhatikan privasi anak juga dengan:

  1. Tidak mengumbar foto anak di socmed (Twitter & FB).
  2. Tidak mengumbar info sensitive anak di socmed (di mana sekolahnya, alamat, no telpon, tanggal lahir, dan sebagainya).
  3. Tidak mengumbar data kelahiran anak. Menariknya, ada riset oleh Komnas Anak soal penculikan bayi, yang dipicu oleh orang tua yang mengumbar informasi kelahiran anaknya.
  4. Tidak mengumbar data sensitif semua anggota keluarga (selain penculikan, juga dimanfaatkan untuk pencurian identitas, penipuan, dan sebagainya).

Kasus pembunuhan, penculikan, dan pemerkosaan telah sangat jamak terjadi melalui social media. Hal ini tidak hanya terjadi di dalam negeri, namun juga di luar negeri.

Paling tidak, tips-tips di atas dapat kita manfaatkan untuk mulai mengamankan anak-anak kita dari sentuhan penjahat. Namun, masih ada satu lagi langkah dari segi kebijakan publik, yang dapat diterapkan dibawah ini.

Panoptikon Foucault Bagi Penjahat

Dengan maraknya aksi para penculik, yang mendapatkan informasi dari media dan sosial media, maka tindakan pengawasan total dalam rangka melindungi publik terhadap kriminal sangat diperlukan. Panoptikon, sebagai sebuah konsep abstrak yang dipopulerkan Foucault, adalah suatu instrumen disipliner yang sudah seyogyanya diterapkan pada masyarakat modern.

Di Inggris, pengawasan CCTV terhadap aktivitas publik telah dilakukan secara menyeluruh, bahkan ke kota kecil sekalipun. Bahkan di beberapa kota besar seperti  Middlesbrough, Bristol, Brighton and London, CCTV telah dilengkapi dengan loudspeaker, untuk memberi efek kejut bagi penjahat.

Negara yang menerapkan demokrasi liberal seperti Inggris bukanlah ‘bebas’ dalam arti bisa melakukan apa saja tanpa kontrol, namun mereka tetap menjadikan hukum sebagai panglima, untuk mengawasi dan menghukum para kriminal.

Dalam konteks media sosial, aparat yang berwenang sudah seyogyanya menggunakan filosofi Panoptikon, dalam rangka optimalisasi aksi intelijen untuk cegah tangkal kejahatan.

Polri sudah mengaktivasi akun social media resmi, dalam rangka memberikan informasi mengenai lalu lintas dan aktivitas mereka. Namun, divisi cyberspace mereka diharapkan bisa lebih proaktif untuk memantau media sosial.

Di sisi lain, menggunakan CCTV untuk mengawasi aktivitas publik seyogyanya bukan sesuatu yang ditabukan. Melihat contoh Inggris, kita tetap bisa berdemokrasi dan menjadi reformis, dengan meningkatkan pengawasan (surveillance) terhadap aksi para penjahat, termasuk aksi para penculik.

Dalam konteks penculikan terhadap Nana, jika di depan sekolah ada CCTV yang diletakkan oleh aparat keamanan, tentu upaya rescue akan bisa dilakukan lebih cepat, dan identifikasi terhadap tersangka bisa lebih cepat juga.

Filosofi Panoptikon, yang diterapkan dalam control center efektif/efisien terhadap public surveillance adalah cara untuk menjaga privasi semua warga negara yang baik-baik, terutama menjaga anak-anak kita.
Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : created by | Barangit.COM | design tercela
Copyright © 2011. TERCELA - All Rights Reserved
Template di otak atik by tercela Published by design otak atik tercela
Proudly powered by Blogger