Berpikir positif dan bermental baja, bukanlah hal yang dapat otomatis dilakukan semua orang kala menghadapi masalah.
Mengapa ini terjadi pada diri saya? Apa salah saya hingga mengalami
hal seperti ini? Ketika seseorang sedang tertimpa kesulitan, wajar-wajar
saja bila pertanyaan seperti ini terlontar dari mulut.
“Bagaimana kita menjawab pertanyaan ini akan memperlihatkan kekuatan
kita, apakah bangkit dengan cepat, atau malah dilumpuhkan oleh rasa
duka”ujar Jefferey Rossman, PhD, dalam bukunya The Mind-Body Mood Solution.
Pernyataan tersebut ditambahkan oleh Fika Frahesti Yunita, Mpsi,
Psikolog dari Rumah Sakit Royal Progress, Sunter, Jakarta Utara, seperti
yang tertulis pada Majalah Prevention, bahwa rasa marah terhadap diri
sendiri, keadaan, atau malah orang lain yang dianggap sebagai penyebab
masalah adalah bagian dari proses yang harus dihadapi.
“Pertanyaannya, sampai kapan kita mau terus marah atau menyalahkan
orang lain? Yang terpenting dari proses ini adalah kita berubah, dari
marah atau menyalahkan, menjadi menerima’’ jelas Fika. Kecenderungan
untuk marah atau menyalahkan orang lain saat mengalami kejadian buruk,
lanjut Fika, bersumber pada kualitas pribadi setiap orang.
Mereka yang berkepribadian tangguh biasanya hanya marah atau
menyalahkan orang lain dalam waktu singkat. Kemudian mereka terus maju,
menerima dan berusaha mengatasi masalahnya. Sementara mereka yang kurang
tangguh, cenderung terus menyalahkan pihak lain, lari dari masalah dan
menganggap sebagai ancaman baginya.
“Orang yang berkepribadian tangguh akan melihat masalah sebagai
akibat perbuatannya dan dapat dikendalikan olehnya. Atau, sebagai suatu
komitmen yang membuatnya harus terlibat langsung mengatasi masalah.
Masalah juga bisa dianggap sebagai tantangan untuk menjadi pribadi yang
lebih baik’’ tutur Fika.
Untuk dapat mencapai menjadi seseorang yang lebih baik tersebut,
tentu ada rangkaian tahap yang perlu dilalui. Ikuti saran Rossman
berikut ini:
Mau Memaafkan. Singkirkan semua amarah dan maafkan
orang yang menyakiti kita tanpa harus banyak menghakimi. Tindakan
memaafkan bukanlah untuk membenarkan tindakan pihak yang menyakiti Anda.
Jangan lagi jatuh ke lubang yang sama. Anda boleh
memaafkan orang tersebut, tapi selanjutnya perlu mengevaluasi diri
mengapa masalah ini terjadi dan langkah apa saja yang bisa ditempuh agar
situasi atau orang yang sama tidak menyulitkan Anda lagi. Cari tahu
cara mencegahnya agar Anda tidak jatuh ke dalam masalah serupa di masa
nanti.
Yang terpenting maafkan diri sendiri. Jika selama
ini kita selalu keras mengkritik diri sendiri, luangkan waktu untuk
mengambil napas dan berpikir. Terimalah bahwa Anda telah membuat
kesalahan dan mungkin gagal, dan hal itu bisa saja dialami oleh orang
lain. Katakan pada diri sendiri, meski saya telah melakukannya (apapun
kesalahan itu), saya tetap menerima diri sendiri.
Selamat mencoba!
Post a Comment