Pada anak pemalu atau berani yang ekstrem, biasanya didapati adanya
kerusakan otak. Contohnya bisa terlihat pada anak-anak berkebutuhan
khusus yang terbagi dua, sangat pemalu (pasif) atau sangat berani.
Sikap berani atau pemalu yang ekstrem juga terlihat pada anak-anak yang sering menerima perlakuan negatif dari orangtuanya. Tanpa disadari, perlakuan ini bisa menyebabkan otak anak mengalami kerusakan.
Perlu diketahui, di masa pertumbuhan dan perkembangannya, saraf otak anak masih dalam proses saling bersambungan. Ketika orangtua sering membentak anak, memarahi, atau merendahkan dengan kata-kata dan perbuatan kasar, serta beragam sikap tak baik lainnya, maka jiwa anak menjadi tertekan.
Adanya tekanan ini berakibat pada rusak dan gagalnya proses persambungan sel-sel saraf otak. Jika sudah mengalami kerusakan tentunya perlu waktu untuk membangunnya kembali. Perbaikan pun tak akan berlangsung sempurna karena bekas kerusakannya terlanjur menetap.
Selain itu, anak yang sering disikapi negatif juga akan membentuk cara berpikir yang tidak optimal. Informasi yang diterima anak tidak akan sampai ke pusat otaknya, melainkan hanya diproses di batang otak saja, sehingga sulit baginya untuk bisa berpikir logis.
Karenanya, diperlukan pola asuh yang dapat membuat anak happy dan percaya diri tanpa membuatnya manja dan tidak mandiri. Antara lain dengan cermat dan berhati-hati menghadapi anak, berbicara dengan intonasi yang lembut, dan menjadi orangtua yang mampu bersikap luwes di segala situasi. Semua ini akan membantu anak memiliki pengalaman positif yang akan membentuk proses perkembangannya, baik kognitif mau pun mentalnya.
Sikap berani atau pemalu yang ekstrem juga terlihat pada anak-anak yang sering menerima perlakuan negatif dari orangtuanya. Tanpa disadari, perlakuan ini bisa menyebabkan otak anak mengalami kerusakan.
Perlu diketahui, di masa pertumbuhan dan perkembangannya, saraf otak anak masih dalam proses saling bersambungan. Ketika orangtua sering membentak anak, memarahi, atau merendahkan dengan kata-kata dan perbuatan kasar, serta beragam sikap tak baik lainnya, maka jiwa anak menjadi tertekan.
Adanya tekanan ini berakibat pada rusak dan gagalnya proses persambungan sel-sel saraf otak. Jika sudah mengalami kerusakan tentunya perlu waktu untuk membangunnya kembali. Perbaikan pun tak akan berlangsung sempurna karena bekas kerusakannya terlanjur menetap.
Selain itu, anak yang sering disikapi negatif juga akan membentuk cara berpikir yang tidak optimal. Informasi yang diterima anak tidak akan sampai ke pusat otaknya, melainkan hanya diproses di batang otak saja, sehingga sulit baginya untuk bisa berpikir logis.
Karenanya, diperlukan pola asuh yang dapat membuat anak happy dan percaya diri tanpa membuatnya manja dan tidak mandiri. Antara lain dengan cermat dan berhati-hati menghadapi anak, berbicara dengan intonasi yang lembut, dan menjadi orangtua yang mampu bersikap luwes di segala situasi. Semua ini akan membantu anak memiliki pengalaman positif yang akan membentuk proses perkembangannya, baik kognitif mau pun mentalnya.
Post a Comment